Kajian Fiskal Regional (KFR) Tahun 2021 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah dapat diunduh pada link https://bit.ly/KFR2021KanwilDJPbSulawesiTengah
Jalan Tanjung Dako No 15
Kajian Fiskal Regional (KFR) Tahun 2021 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah dapat diunduh pada link https://bit.ly/KFR2021KanwilDJPbSulawesiTengah
Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang selanjutnya disingkat TKDD adalah bagian dari Belanja Negara yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah dan Desa dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan yang telah diserahkan kepada Daerah dan Desa.
Pada Tahun Anggaran 2020, Provinsi Sulawesi Tengah memperoleh dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dari pemerintah pusat sebesar Rp17,87 Triliun. Namun pada awal bulan Maret 2020 akibat pengaruh pandemi Corona Virus Desease 2019 (COVID-19), berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020 Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional. dilakukan penyesuaian alokasi TKDD termasuk alokasi TKDD Provinsi Sulawesi Tengah menjadi sekitar Rp15,11 Triliun. Rincian Alokasi TKDD Propinsi Sulawesi Tengah disajikan dalam tabel berikut:
Realisasi TKDD Provinsi Sulawesi Tengah
Update 30 Mei 2020
Akun | Pagu Penyesuaian | Realisasi s.d 30 Mei | Rasio Realisasi |
61 Transfer Dana Bagi Hasil | 448.224 | 124.488 | 27,77% |
62 Transfer Dana Alokasi Umum | 9.067.289 | 4.519.904 | 49,85% |
63 Dana Alokasi Khusus Fisik | 1.724.610 | 170.432 | 9,88% |
64 Transfer Dana Insentif Daerah | 310.267 | 42.566 | 13,72% |
65 Dana Alokasi Khusus Nonfisik | 1.965.092 | 761.495 | 38,75% |
66 Dana Desa | 1.590.298 | 575.378 | 36,18% |
6501 Dana BOS | 726.230 | 312.884 | 43,08% |
Jumlah | 15.832.010 | 6.507.147 | 41,10% |
*angka dalam jutaan
Enam jenis TKDD yang dialokasi di Propinsi Sulawesi Tengah, hanya Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik, Dana Desa (DD) dan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang disalurkan melalui KPPN dalam wilayah kerja Kanwil Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Sulawesi Tengah, sedangkan jenis TKDD yang lain disalurkan melalui KPPN Jakarta II.
Alokasi DAK Fisik pada tahun 2020 ini dialokasikan sebesar Rp1,72 Triliun dari semula sebesar Rp2,51 Triliun, alokasi Dana Desa dialokasi sebesar Rp1,59 Triliun dari semula sebesar Rp1,61 Triliun untuk 1.842 desa, dan alokasi Dana BOS sebesar Rp726,23 Miliar dari semual sebesar Rp743,50 Miliar.
Realisasi DAK Fisik, DD dan Dana BOS di Provinsi Sulawesi Tengah sampai dengan 31 Mei 2020 adalah sebagai berikut; realisasi DAK Fisik sebesar Rp170,43 Miliar atau 10 persen dari pagu, sedangkan realisasi DD sebesar Rp575,38 Miliar (36%) dan Dana BOS sebesar Rp312,88 Miliar (43%). Sampai dengan 30 Mei 2020, jumlah sekolah yang telah menerima Dana BOS tahap I sebanyak 4.178 sedangkan untuk tahap II sebanyak 2.291 sekolah. Dana BOS mulai tahun 2020 disalurkan langsung kepada rekening sekolah.
Penyaluran Dana Desa pada tahun 2020 ini disalurkan langsung ke rekening Desa, tidak melalui rekening Kas Umum Daerah. Penyaluran DD dilakukan secara bertahap sebanyak 3 tahap. Tahap I telah disalurkan seluruhnya kepada 1.842 desa sejumlah Rp500,44 Miliar atau 79% dari total pagu tahap I sebesar Rp636,12 Miliar. Sedangkan Tahap II baru tersalurkan sebesar Rp83,40 Milar untuk 630 desa. Rincian penyaluran Dana Desa adalah sebagai berikut :
Rincian Penyaluran Dana Desa Provinsi Sulawesi Tengah
Update 30 Mei 2020
Kabupaten/Kota | Pagu | Jumlah Desa | Total Penyaluran | Sisa Pagu RKUN | |
Rp | % | ||||
Kab. Poso | 132.876 | 142 | 49.365 | 37% | 83.511 |
Kab. Donggala | 142.081 | 158 | 37.084 | 26% | 104.996 |
Kab. Tolitoli | 90.152 | 103 | 25.155 | 28% | 64.997 |
Kab. Banggai | 234.192 | 291 | 60.222 | 26% | 173.971 |
Kab. Buol | 93.538 | 108 | 19.371 | 21% | 74.166 |
Kab. Morowali | 104.495 | 126 | 49.908 | 48% | 54.588 |
Kab. Banggai Kepulauan | 114.115 | 141 | 31.968 | 28% | 82.147 |
Kab. Parigi Moutong | 237.517 | 278 | 119.453 | 50% | 118.064 |
Kab. Tojo Una-Una | 122.693 | 134 | 70.985 | 58% | 51.708 |
Kab. Sigi | 148.046 | 176 | 55.917 | 38% | 92.129 |
Kab. Banggai Laut | 56.417 | 63 | 31.301 | 55% | 25.115 |
Kab. Morowali Utara | 114.176 | 122 | 33.111 | 29% | 81.065 |
Jumlah | 1.590.298 | 1.842 | 583.841 | 37% | 1.006.458 |
*angka dalam jutaan
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2020 tentang Perubahan atas PMK Nomor 205/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Dana Desa, pemanfaatan DD diprioritaskan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa. BLT Desa di Provinsi Sulawesi Tengah sampai dengan tanggal 31 Mei 2020 telah disalurkan kepada Kelurga Penerima Manfaat (KPM) sebanyak 125.262 KK dengan nilai penyaluran sebesar Rp79,06 Miliar. Rincian penyaluran BLT Desa sampai dengan 31 Mei 2020 adalah sebagai berikut:
Penyaluran BLT di Provinsi Sulawesi Tengah
(Update 30 Mei 2020)
Kabupaten/Kota | KPM | Nilai Penyaluran |
Kab. Poso | 5.325 | 3.195.000.000 |
Kab. Donggala | 15.678 | 13.368.600.000 |
Kab. Tolitoli | 3.858 | 2.314.800.000 |
Kab. Banggai | 13.568 | 8.156.900.600 |
Kab. Buol | 7.094 | 4.256.400.000 |
Kab. Morowali | 3.725 | 2.235.000.000 |
Kab. Banggai Kepulauan | 9.572 | 5.726.200.000 |
Kab. Parigi Moutong | 29.179 | 17.444.400.105 |
Kab. Tojo Una-Una | 2.591 | 1.554.600.000 |
Kab. Sigi | 19.349 | 11.609.400.000 |
Kab. Banggai Laut | 6.716 | 4.035.400.000 |
Kab. Morowali Utara | 8.607 | 5.164.200.000 |
Jumlah | 125.262 | 79.060.900.705 |
Dalam menguatkan sinergi antara pengelolaan keuangan Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Tengah, Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah menyelenggarakan Seminar Kajian Fiskal Regional (KFR) Triwulan II Tahun 2019 dan Koordinasi Pengelolaan Keuangan Pusat dan Daerah yang diselenggarakan di Hotel Santika Palu, 03 September 2019
Kegiatan ini merupakan agenda dari Kanwil DJPb Provinsi Sulawesi Tengah sebagai representasi Kementerian Keuangan di daerah. Selaku pengelola fiskal, KFR ini bertujuan memberikan gambaran tentang kondisi prekonomian regional dan perkembangan kondisi fiscal di wilayah Sulawesi Tengah agar dapat digunakan sebagai masukan kepada Pemerintah Daerah dalam menetapkan kebijakan yang terarah dan terukur.
Kepala Kantor Wilayah DJPb Provinsi Sulawesi, Endah Martiningrum dalam sambutannya menyampaikan sinergi yang berkualitas antara pemerintah pusat dan daerah menjadi salah satu sarana terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sulawesi Tengah.
Seminar Seminar Kajian Fiskal Rr egional (KFR) Triwulan II Tahun 2019 dan Koordinasi Pengelolaan Keuangan Pusat dan Daerah menghadirkan Kepala Bappeda, Pimpinan Bank Indonesia Perwakilan, Kepala Badan Pusat Statistik, Kepala BPKAD Provinsi/Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah, Para Direktur RSUD BLUD di Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah dan para akademisi.
Dalam seminar menghadirkan narasumber dari Regional Economist Kementerian Keuangan di Provinsi Sulawesi Tengah, Muh. Ahlis Djirimu, Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Endah Martiningrum, Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II pada Kanwil DJPb Provinsi Sulawesi Tengah, Eko Kusdaryanto dan Wakil Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Anutapura Palu, Fatih Zubaidi dengan Moderator Kepala Bidang Pembinaan Akuntansi dan Pelaporan Keuangan pada Kanwil DJPb Provinsi Sulawesi Tengah, Eka Yuniwasita.
Selain kegiatan Seminar Kajian Fiskal Regional juga dilakukan diskusi pengelolaan keuangan BLUD pada Rumah Sakit Daerah di Provinsi Sulawesi Tengah dengan harapan pemahaman dan impplementasi pengelolaan keuangan BLUD menjadi seragam sehingga tujuan diterapkannya PK-BLU Rumah Sakit untuk meningkatkan pelyayan kesehatan di masyarakt dapat terwujud.
Wakil Direktur RSUD Anutapura, Fatih Zubaidi menyampaikan tentang pengelolaan keuangan RSUD Anutapura yang terus meningkatkan pelayanannya meskipun pernah mengalami penurunan asset yang cukup besar saat terjadinya gempa yang melanda Sulawesi Tengah September silam. Sebagai RSUD Badan Layanan Umum, Rumah Sakit memiliki keleluasaan untuk mengelola keuangan dan asetnya untuk peningkatan pelayanan tanpa harus terlebih dahulu disetor ke Kas Negara.
Secara umum, diskusi kegiatan ini membawa pada upaya mempertajam pemahaman tentang seluruh aktivitas fiskal, kredit program, DAK Fisik dan Dana Desa serta pengelolaan BLUD sebagai salah satu instrument pokok pembangunan ekonomi dan pelayanan. Pada kesempatan ini Endah Martiningrum juga menyampaikan terkait perkembangan Kredit Program di Provinsi Sulawesi Tengah berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Pembiayaan Ultra Mikro (UMi). Sampai dengan bulan Agustus 2019 realisasi Kredit Program telah tersalur Rp946 miliar kepada 30.017 debitur, dan sebanyak Rp7,99 miliar untuk 2.112 debitur untuk Pembiayaan Ultra Mikro. Dengan terus berkembangnya potensi dan usaha masyarakat, Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan mengharapkan peran serta Pemda dalam mendukung program KUR dan UMi diantaranya melalui pembinaan dan pendataan UMKM potensial untuk diinpu pada aplikasi Sistem Informasi Kredit Program (SIKP).
Peranan Pemerintah Daerah dalam
Mendukung KUR Sektor Produktif
Oleh : Dodik Hari Mulyono
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sulawesi Tengah tahun 2018 mencapai Rp1,315 triliun meningkat 11,69% dibandingkan penyaluran pada tahun 2017 sebesar Rp1,177 triliun. Seiring dengan naiknya jumlah penyaluran KUR, jumlah penerima KUR tahun 2018 sebanyak 41.572 debitur meningkat sebesar 4,02% dibandingkan penerima KUR tahun 2017 sebesar 39.967 debitur.
Penyaluran kredit KUR di Sulawesi Tengah, Kota Palu menempati peringkat pertama Kabupaten/Kota dengan penyaluran sebesar Rp271, 44 miliar, diikuti Kabupaten.Parigi Moutong dengan penyaluran sebesar Rp228,59 miliar, sementara posisi ketiga adalah Kabupaten Poso sebesar dan Rp117,70 miliar. Untuk jumlah debitur, Kabupaten Parigi Moutong menempati peringkat pertama dengan penyaluran KUR kepada 8.896 debitur, diikiti oleh Kota Palu dan Kabupaten Poso masing-masing sebesar 5.237 debitur dan 4.032 debitur. Secara terinci realisasi dan jumlah debitur KUR per kabupaten/kota di Sulawesi Tengah tersaji pada Gambar 1.
Gambar 1. Realisasi dan Jumlah Debitur KUR di Provinsi Sulawesi Tengah
Tahun 2018
Kabupaten/Kota |
Realisasi KUR |
Jumlah Debitur |
|
Kota Palu |
271.447.071.000 |
5.237 |
|
Kab. Donggala |
103.173.142.000 |
3.150 |
|
Kab. Sigi |
67.628.225.000 |
2.146 |
|
Kab. Parimo |
228.590.800.000 |
8.896 |
|
Kab. Poso |
117.702.435.000 |
4.032 |
|
Kab. Touna |
35.633.800.000 |
1.548 |
|
Kab. Morowali |
96.956.000.000 |
3.535 |
|
Kab. Banggai |
110.949.495.000 |
3.132 |
|
Kab. Bangkep |
108.956.000.000 |
3.703 |
|
Kab. Banglut |
2.840.000.000 |
18 |
|
Kab. Toitoli |
110.648.300.000 |
3.448 |
|
Kab. Buol |
60.259.500.000 |
2.727 |
|
Jumlah |
1.314.784.768.000 |
41.572 |
|
Sumber: SIKP Kemenkeu (data diolah)
Peningkatan realisasi penyaluran KUR dan jumlah debitur KUR tidak terlepas dari upaya Pemerintah yang terus meningkatkan akses pembiayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) kepada lembaga keuangan dengan pola penjaminan. Selain itu juga adanya perubahan regulasi terkait KUR yang efektif berlaku 1 Januari 2018 yaitu Permenko No 11 Tahun 2017 mengenai Pedoman Pelaksanaan KUR.
Adapun perubahan kebijakan KUR yang diatur dalam peraturan tersebut antara lain: (1) Penurunan tingkat suku bunga KUR dari 9% menjadi sebesar 7% efektif per tahun; (2) Kelompok usaha sebagai calon penerima KUR; (3) Skema KUR Khusus; (4) Skema KUR multisektor; (5) Pengaturan minimum porsi penyaluran KUR ke sektor produksi; (6) Mekanisme yarnen (pembayaran kredit setelah panen) dan grace period; (7) Perubahan istilah KUR Ritel menjadi KUR Kecil; (8) Plafon KUR mikro sektor produksi dan di luar sektor produksi; (9) Penyaluran KUR bersamaan dengan kredit lain yang diperbolehkan; (10) Struktur biaya KUR penempatan TKI; (11) KUR untuk masyarakat daerah perbatasan; (12) KUR untuk optimalisasi Kelompok Usaha Bersama (KUBE).
Hasil evaluasi program KUR tahun 2014 dirasa masih kurang tepat sasaran untuk itu diperlukan suatu aplikasi yang dapat mendorong ketepatan sasaran KUR. Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu melalui Direktorat Sistem Perbendaharaan mengembangkan sistem informasi database untuk calon debitur dan debitur KUR yaitu SIKP. Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) merupakan suatu sistem aplikasi yang dibangun untuk mempermudah pelaksanaan Kredit Program khususnya Kredit Usaha Rakyat (KUR). Tujuan SIKP adalah menjadi basis data Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terpercaya dan dapat dijadikan rujukan bagi Bank untuk penyaluran kredit yang efektif. SIKP juga didorong untuk dapat menjadi alat pemercepat proses pembayaran tagihan subsidi kredit program.
SIKP di Sulawesi Tengah
Seluruh Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Tengah telah mempunyai username dan password SIKP dimana salah satu syarat dapat memilikinya adalah operator SIKP Pemda telah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan Kanwil Ditjen Perbendaharaan. Pelatihan SIKP secara regional dilaksanakan oleh Kanwil Dotjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah dengan peserta operator SIKP masing-masing Kabupaten/Kota. Guna meningkatkan sinergi dalam penggunaaan SIKP, tahun 2016 telah ditandangani Nota Kesepahaman penggunaan SIKP yang ditandatangani Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Bupati/Walikota/Wakil Bupati/Wakil Walikota atas nama Pemerintah Daerah.
Kurang optimalnya pelaksanaan SIKP oleh Pemerintah Daerah, salah satunya adanya perubahan pegawai atau mutasi pegawai dimana tidak diiringi dengan sharing knowledge antar pegawai atau pejabat sehingga sering terjadi informasi yang terputus.
Peran Pemda dalam penyiapan Calon Debitur KUR
Hingga saat ini, informasi manfaat SIKP masih sangat sedikit terutama pejabat atau pengambil kebijakan yang mengetahui kegunaan dari SIKP jika diterapkan secara holistik. Manfaat yang sangat penting dengan menerapkan SIKP oleh Pemerintah Daerah antara lain adalah: (1) Pemerintah Daerah dapat mengetahui seluruh data calon debitur maupun debitur yang telah memperoleh KUR dari data yang telah diunggah: (2) Pemerintah Daerah dapat mengetahui seluruh realisasi dan jumlah debitur KUR di wilayahnya; (3) Pemerintah Daerah dapat melakukan monitoring dan evaluasi efektifitas atas pelaku usaha yang telah mendapat KUR dari hasil unggahan; (4) Pemerintah Daerah dapat lebih optimal dengan mengguggah calon debitur pada sektor-sektor produksif.
Secara umum implementasi SIKP di wilayah Sulawesi Tengah masih kurang optimal hal ini terlihat hingga pertengah Januari 2019 baru sebanyak 53 data calon debitur yang telah diunggah oleh Pemda di Sulawesi Tengah. Dari 13 kabupaten/kota di Sulawesi Tengah, baru 5 kabupaten/kota yang telah melakukan perekaman/menggunggah data calon debitur pada aplikasi SIKP yaitu Kota Palu (5 calon debitur), Kab. Tolitoli (3 calon debitur), Kab. Tojo Una-Una (2 calon debitur), Kab. Banggai Kepulauan (41 calon debitur) dan Kab. Banggai (2 calon debitur), artinya Pemda yang lainnya belum mengunggah data calon debitur pada aplikasi SIKP.
Dari debitur penerima KUR tahun 2018 sebanyak 41.572 debitur, maka hanya 0,13% data calon debitur yang telah diunggah oleh Pemda, artinya sebanyak 99,87% data debitur yang memperoleh kredit KUR diunggah sekaligus dilakukan verifikasi kelayakan oleh Bank Penyalur. Dari jumlah persentase data tersebut, dapat disimpulkan Pemerintah Daerah masih belum memiliki data base calon debitur maupun debitur KUR sehingga Pemda akan kesulitan jika akan melakukan monitoring dan evaluasi efektifitas pelaksanaan KUR dan tentunya dengan tidak mempunyai data base maka akan kesulitan dalam melakukan pembunaan UKM diwilayahnya.
Pengunggahan data calon debitur oleh Pemda yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan oleh Lembaga Keuangan Penyalur KUR artinya Penyalur KUR tidak perlu mencari calon debitur namun cukup melakukan verifikasi data calon debitur. Dengan Pemda mengunggah data calon debitur diharapkan pemda lebih memprioritaskan data calon debitur dari sektor produksi (pertanian, perikanan, industri pengolahan, konstruksi dan jasa produksi). Hingga akhir 2018, realisasi penyaluran di sektor produksi di Sulawesi Tengah masih dibawah target dengan realisasi 42,49% dimana ditargetkan pencapaian minimumnya sebesar 50% dari kredit yang tersalur.
Dari capaian realisasi kredit pada sektor produksi yang belum memenuhi target pada tahun 2018, diharapkan peran Pemda pada tahun 2019 dapat dioptimalkan dengan meningkatkan sinergi antar OPD yang melakukan fungsi pembinaan UKM untuk dapat melakukan penggunggahaan data calon debitur khususnya di sektor-sektor produksi.
KFR merupakan rangkaian aktifitas penelaahan pelaksanaan anggaran pusat dan daerah yang dilakukan oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan selaku pengelola fiskal di daerah. KFR bertujuan memberikan informasi keterkaitan antara implementasi kebijakan fiskal dengan perkembangan ekonomi nasional serta regional dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
KFR Tahun 2019 Provinsi Sulawesi Tengah ini berisi:
Pada KFR Tahun 2019, dilakukan analisis tematik bertema "Sinergi dan Konvergensi Program Penanganan Stunting di Daerah". Pemilihan tema ini didasari oleh komitmen Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) untuk ikut mendorong dan mengawal efektifitas program penanganan stunting di daerah sebagai fondasi untuk investasi dan pembangunan SDM yang berkualitas di masa mendatang.
Kami sangat berharap KFR Tahun 2019 ini dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah, akademisi maupun pemangku kepentingan lainnya, diantaranya bagi penyusunan strategi kebijakan fiskal di daerah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah.
UNDUH KFR PROVINSI SULAWESI TENGAH
Tags : #Kajian Fiskal Regional #KFR Sulawesi Tengah #KFR Kanwil DJPb #KFR Sulteng
Salah satu inisiatif strategis reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan Kementerian Keuangan adalah pengelolaan likuiditas keuangan negara dengan instrumen keuangan modern. Untuk mendukung dan mengimplementasikan inisiatif strategis tersebut maka Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan inovasi dalam layanan Pembayaran APBN. Salah satu gebrakan inovasi dalam bidang pengeluaran negara tersebut adalah penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP). Alat pembayaran ini akan menyempurnakan mekanisme pembayaran APBN melalui UP sebelumnya yang hanya dilakukan dengan pembayaran uang tunai (cash).(sumber : PMK No.196/PMK.05/2018)
Kartu Kredit Pemerintah (Corporate Credit Card) adalah alat pembayaran non tunai dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu ditalangi terlebih dahulu oleh Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah dan Satuan kerja melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus. Hal yang perlu ditekankan adalah KKP sebagai alat pembayaran bukan mekanisme pembayaran. Sehingga KKP tidak menambah mekanisme pembayaran baru. Sesuai PMK 190/PMK.05/2012 sebagaimana telah diubah menjadi PMK 178/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Mekanisme pembayaran APBN terdiri dari Uang Persediaan (UP) dan Langsung (LS). Mekanisme dengan uang persediaan dibagi lagi menjadi dua yaitu UP Tunai dan UP KKP. Inilah yang menjadi dasar pelaksanaan UP KKP. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa selama ini mekanisme LS telah berjalan efektif dan efisien karena dana langsung masuk ke rekening penerima. Sedangkan mekanisme UP dilakukan melalui bendahara pengeluaran dan diperbolehkan untuk pengeluaran anggaran yang tidak bisa di LS-kan. Adanya kartu kredit pemerintah diharapkan akan memperbaiki kelemahan dari mekanisme UP.
Implementasi Uang Persediaan dengan Kartu Kredit Pemerintah (UP KKP) mulai berlaku secara menyeluruh pada 1 Juli 2019 di seluruh satuan kerja Kementerian/Lembaga. KPPN sebagai Kuasa BUN di daerah akan menjadi mitra satker dalam mengenalkan (piloting) penggunaan kartu kredit pemerintah. Penggunaan KKP akan memberikan dampak positif terhadap pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, diantaranya adalah :
Meminimalisir penggunaan uang tunai dalam transaksi keuangan negara. Pemakaian kartu kredit oleh satker kementerian negara dan lembaga akan mempercepat pelaksanaan kegiatan satker yang bersangkutan. Pelaksana kegiatan (Pejabat Pembuat Komitmen dan Pejabat Pengadaan atau pegawai) tidak harus menunggu uang dari bendahara pengeluaran untuk melaksanakan kegiatannya. Sebagai contoh, Pemeriksa BPK dalam pelaksanaan tugasnya tentu banyak melakukan perjalanan dinas. Dengan adanya Kartu Kredit Pemerintah maka pelaksanaan tugas akan lebih efektif karena tidak perlu selalu meminta uang operasional kepada bendahara dan tidak perlu membawa uang kas karena semua keperluannya terkait tugas seperti pembayaran tiket pesawat, transport dan hotel dapat menggunakan Kartu Kredit Pemerintah. Hal ini akan memberi keleluasaan dan kemudahan kepada pengguna KKP dengan tidak harus membawa uang tunai dalam setiap kali transaksi. Kemudahan penggunaan (flexibility) kartu juga diperoleh karena jangkauan pemakaian yang lebih luas dan transaksi dapat dilakukan di seluruh merchant yang menerima pembayaran melalui mesin Electronic Data Capture (EDC)/media daring. Pengunaan kartu kredit ini juga telah mendukung program meminimalisasi peredaran uang tunai (Cashless Society).
Meningkatkan keamanan dalam bertransaksi.
Bendahara pengeluaran satker tidak perlu menyimpan uang tunai terlalu banyak di brankas, sehingga hal ini memberi perlindungan dan keamanan bagi bendahara pengeluaran dari risiko kehilangan yang menjadi tanggungjawab bendahara pengeluaran. Penggunaan KKP juga menghindarkan dari risiko kehilangan uang di jalan misalnya saat proses pembelian ke tempat penyedia barang dan jasa yang perlu ditempuh dengan kapal atau speed boat, tentu ada risiko uang hilang dilaut. Jadi Bapak dan Ibu sekalian lebih senang membawa uang tunai atau kartu?
Mengurangi potensi fraud dari transaksi secara non tunai.
Dengan penggunaan kartu kredit pemerintah, semua transaksi akan terekam dengan jelas sehingga penyalahgunaan uang oleh pihak yang tidak bertanggungjawab dapat diminimalisir. “Tujuan lain penggunaan kartu kredit pemerintah adalah upaya yang dilakukan agar Satuan Kerja sebagai pemegang Kuasa Anggaran Negara lebih transparan dan jauh dari upaya penyalahgunaan dana”. (Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, CNN Indonesia). Kartu kredit pemerintah telah memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas karena setiap transaksi akan tercatat secara rutin. Selain itu juga sebagai alat pengawasan oleh pimpinan dan mempermudah dalam pengelolaan keuangan. Direktorat Pengelolaan Keuangan Negara DJPB saat ini sedang merancang market place, jika satker tidak menggunakan KKP maka akan ketinggalan.
Mengurangi cost of fund/idle cash dari penggunaan uang persediaan.
Setiap tahun Pemerintah menganggarkan Rp13 triliun untuk penyediaan uang persediaan satker. Dengan penggunaan kartu kredit pemerintah maka akan mengurangi uang yang mengendap di rekening bendahara pengeluaran dan selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan pemerintah yang semakin meningkat. Di lingkup Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Palu Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah, sebagian besar satker menggunakan UP/TUP sampai dengan Rp500 juta, hal tersebut berdampak langsung pada tingginya dana yang harus disalurkan KPPN Palu selaku Kuasa Bendahara Umum Negara di Daerah. Data KPPN Palu pada Tahun 2018, dengan total satuan kerja dari seluruh Kementerian Negara dan Lembaga sebanyak 276, rata-rata pemakaian uang persediaan per satuan kerja adalah sebanyak Rp329.504.000,-. Sehingga penggunaan kartu kredit diharapkan dapat menekan jumlah UP tunai yang disalurkan oleh KPPN Palu yang pada akhirnya dapat mengurangi cost of fund dari pemerintah.
Dalam implementasi 1 Juli 2019 nanti telah diatur besarnya proporsi UP tunai dan UP KKP. UP KKP merupakan bagian dari UP yang dikelola oleh Satker, dengan komposisi UP tunai sebesar 60% dan proporsi UP KKP sebesar 40% dari besaran UP. Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah selesai menjalin Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Himpunan Bank Negara (Himbara) yang terdiri dari PT Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI dan Bank BTN terkait penerbitan kartu kredit pemerintah. Sehingga sekarang satker sudah bisa menjalin PKS dengan Bank tempat rekening bendahara pengeluaran dibuka di wilayah kerjanya.
Sebelum penggunaan KKP secara penuh mulai 1 Juli 2019 nanti, KPPN Palu Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah telah melakukan langkah-langkah persiapan mulai dari pengelompokan satker, pendataan jumlah penyedia barang/jasa yang dapat menerima pembayaran dengan kartu kredit pemerintah melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) di setiap lokasi/wilayah satker, koordinasi dengan bank penerbit kartu kredit pemerintah yang menjadi mitra kerja satker dan merencanakan sosialisasi kepada satuan kerja khususnya yang memiliki uang persediaan yang besar dan frekuensi perjalanan dinas yang tinggi. Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat mempersiapkan seluruh satuan kerja lingkup KPPN Palu selaku BUN di Daerah untuk mengimplementasikan mekanisme pembayaran tagihan belanja negara melalui UP KKP.
Di era moderenisasi saat ini Pemerintah telah membuat suatu gebrakan baru yang kekinian dalam pelaksanaan anggaran yaitu dengan meluncurkan Kartu Kredit Pemerintah. Implementasinya akan memberikan dampak positif untuk menunjang likuiditas dan efisiensi kas negara. Seluruh Satuan Kerja di semua Kementerian Negara dan Lembaga diharapkan dapat ikut menyukseskan program ini pada 1 Juli 2019 nanti. Selamat datang kartu kredit pemerintah. (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana
penulis bekerja
BIODATA PENULIS
Nama |
: |
M. Zaenal Ali, S.H. |
Tempat/Tanggal Lahir |
: |
Mojokerto, 11 Mei 1962 |
Alamat Tempat Tinggal |
: |
Perumahan Dinas Kanwil Ditjen Perbendaharaan Sulawesi Tengah, Jln. S. Parman No.43E Palu |
Jenis Kelamin |
: |
Laki-laki |
Agama |
: |
Islam |
Pekerjaan |
: |
PNS KPPN Palu |
No. Telepon |
: |
081 330 654 769 |
|
: |
Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. |
Pendidikan |
: |
S-1 Hukum Universitas Mayjen Sungkono Mojokerto
|
Desaku yang kucinta, pujaan hatiku, tempat ayah dan bunda, dan handai taulanku, tak mudah kulupakan, tak mudah bercerai, selalu kurindukan, desaku yang permai, wow! kalau kita coba resapi bait demi bait lagu anak-anak gubahan L Manik yang populer ditahun 80-an ini, alam hayal kita serasa dibawa pada suasana tempat yang sejuk, subur dan tenang karena rasa kekeluargaan para penduduknya yang begitu kental dan harmonis, alamnya yang penuh dengan hamparan sawah dan tanaman hijau lagi subur serta jauh dari polusi, kebisingan dan hiruk pikuk kota besar.
Kata “Desa” menurut KKBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang berarti Kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang Kepala Desa). Pada zaman dahulu kita beranggapan bahwa orang desa adalah orang yang hidupnya sangat sederhana, orang pinggiran, belum banyaknya penerangan listrik, orang yang gagap teknologi serta sebutan lain yang menggambarkan ketertinggalan zaman. Tetapi sekarang desa merupakan partner pemerintah untuk membangun NKRI dan akan disejajarkan dengan daerah perkotaan.
Semenjak diterbitkan Undang-undang No.6 tahun 2014 tentang Dana desa, saat ini dana desa telah digunakan untuk membangun berbagai sarana dan prasarana serta menggerakkan dan memberdayakan masyarakat desa di seluruh Indonesia. Aktivitas ekonomi semakin menggeliat dan pembangunan infrastruktur skala kecil diseluruh pelosok negeri terus digalakkan.
Dana desa digulirkan sejak 2014, jumlah alokasi dana tiap tahun bertambah, pada tahun 2015 awal kebijakan Dana Desa dijalankan , pemerintah memberikan Dana Desa Rp.20,7 triliun, pada tahun 2016 menjadi 47 triliun, tahun 2017 sebesar 60 triliun, kemudian tahun 2018 juga 60 triliun. Pada tahun 2019, dana Desa meningkat menjadi 73 triliun. Dana Desa adalah salah satu bentuk implementasi pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran.
Salah satu masalah yang menyelimuti desa selama ini adalah Urbanisasi. Hal ini dimaklumi karena pada umumnya sektor ekonomi di pedesaan hanya berkutat pada sektor pertanian dan perkebunan, sedangkan lahan pertanian dan perkebunan semakin sempit tergerus oleh industri pertambangan dan perkebunan, pertumbuhan pemukiman dan pembagian warisan. Kesempatan kerja di kota yang lebih besar baik di sektor formal maupun informal membuat masyarakat desa, khususnya kaum muda (generasi milenial) yang memiliki tingkat pendidikan relatif lebih tinggi dibanding orangtuanya memilih pergi ke kota untuk mencari taraf hidup yang lebih baik.
Dana desa sampai saat ini sudah banyak memberikan manfaat bagi masyarakat desa dengan hasil infrastruktur desa, layanan pendidikan dan kesehatan, sampai pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Diantara kisah sukses penggunaan dana desa adalah Desa Ponggok (Klaten, Jawa Tengah) yang berhasil menggubah Umbul Ponggok menjadi daerah wisata yang baru, dari sebelumnya berupa pemandian tua yang tidak begitu terurus, menjadi tempat wisata yang banyak dicari orang, dengan banyaknya wisatawan Desa tersebut mengalami lompatan pendapatan yang sangat fantastis pada tahun 2016, dari pendapatan Rp5 Juta menjadi Rp6,5 milyar pertahun, lompatan besar untuk mendatangkan wisatawan itu menggunakan media sosial. Dalam meningkatkan taraf ekonomi di desa tak bisa lepas dari peran internet, khususnya di era industri 4.0. Diantara ciri industri 4.0 adalah munculnya fenomena internet of things. Internet menjadi sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mulai dari mencari infornmasi sampai jual beli online.
Prioritas penggunaan dana desa adalah amanat Undang-Undang yang menjadi tanggungjawab desa sesuai dengan kewenangan pemerintah desa yang harus dilaksanakan secara terbuka, Partisipatif dan memberi manfaat bagi masyarakat desa melalui musyawarah desa.
Dana desa harus diprioritaskan untuk membiayai kegiatan sesuai kewenangan dan pada skala desa yang meliputi :
Kegiatan dalam bidang pembangunan desa dan kegiatan dalam bidang pemberdayaan masyarakat desa. Penggunaan dana desa untuk kegiatan diluar prioritas dapat dilakukan sepanjang kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat telah terpenuhi.
Pemerintah melalui kementerian yang menangani desa setiap tahun menerbitkan prioritas pembangunan dana desa yang digunakan sebagai panduan bagi dana desa untuk menyusun skala prioritas berdasarkan kebutuhan (berbasis data riil) dan kewenangan desa yang harus di bahas dan disepakati dalam musyawarah desa yang diselenggarakan oleh Badan Perwakilan Desa (BPD). Hasil musyawarah desa wajib dijadikan pedoman bagi kepala desa untuk merumuskan kebijakan pemerintah desa.
Apabila ada usulan desa berbeda dengan prioritas penggunaan dana desa, pada prinsipnya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan diluar prioritas, sesuai dengan ketentuan tentang penggunaan dana desa yang diatur dalam PP No.60 tahun 2014 yaitu :
Membiayai kegiatan prioritas, yaitu kegiatan dibidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dan membiayai kegiatan diluar prioritas yang dapat dilakukan sepanjang kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat telah terpenuhi. Pendanaan untuk kegiatan yang berbeda dengan prioritas dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Bupati/ Walikota. Persetujuan Bupati/ Walikota harus memastikan bahwa dana desa untuk kegiatan yang menjadi prioritas telah terpenuhi (pasal 23 ayat 1 dan 3) PMK 49 tahun 2016.
Tahun 2019 ini Kementerian Keuangan sudah menyusun arah dan kebijakan dana Desa diantaranya :
Untuk memberdayakan masyarakat desa agar berhasil dan bermanfaat dalam pembangunan infrastruktur atau sarana dan prasarana fisik, perlu perencanaan pelaksanaan yang matang dan berkeadilan yaitu dengan memakai sistem Padat karya Tunai Desa (PKTD) diantaranya :
Untuk melaksanakan prinsip-prinsip pelaksanaan Padat Karya Tunai Desa ini harus bersifat Swakelola yaitu perencanaan dan pelaksanaan dilakukan secara mandiri oleh desa dan tidak dikontrakkan kepada pihak lain, dan menggunakan sebanyak-banyaknya tenaga kerja setempat atau bersifat padat karya sehingga bisa menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan pendapatan bagi mereka yang bekerja, serta menggunakan bahan baku atau material setempat. Diharapkan dengan adanya pembangunan di desa, masyarakat desa tidak lagi pergi ke kota untuk mencari pekerjaan di kota, melainkan mengembangkan dan membangun desanya agar lebih maju lagi. Desa tidak lagi selalu menjadi tempat dimana-mana orang berkumpul hanya di hari raya lantaran kebanyakan orang desa migrasi ke kota.
Dengan Dana Desa, setidaknya ada dua persoalan yang diselesaikan, pertama membuka lapangan pekerjaan baru, dikarenakan Dana Desa ini bersifat padat karya, artinya pembangunan dilakukan oleh pihak desa dengan orang-orang desa tersebut sebagai pekerjanya. Yang kedua dengan adanya pembangunan desa, maka kegiatan ekonomi semakin baik, dan pendapatan setiap kepala rumah tangga di desa meningkat. Kami menghimbau agar pembelian material untuk pembangunan desa yang menggunakan Dana Desa dilakukan di desa itu juga, kalau di desa tidak ada paling jauh di Kecamatan agar uangnya bergerak tetap di wilayah tersebut. “Jangan biarkan uang itu kembali ke Jakarta, jangan biarkan uang itu kembali ke kota, semakin banyak uang beredar di desa kesejahteraan ekonomi masyarakat desa semakin baik”.
Semoga dengan adanya Dana Desa ini kesejahteraan dan kemakmuran di daerah pedesaan semakin meningkat sehingga mengurangi urbanisasi, dan pemuda-pemuda desa tidak perlu lagi ke kota tetapi membangun desanya, dan keadilan akan terasa di negara kita Indonesia.