Kajian Fiskal Regional secara lengkap dapat diunduh pada tautan berikut.
Executive Summary
-
Pada Triwulan ini pertumbuhan perekonomian Provinsi Jambi sudah memiliki capaian yang cukup baik. Berdasarkan data rilis BPS, Provinsi Jambi mampu kembali tumbuh 4,64% (y-on-y) dengan total PDRB sebesar 63.461,19 Miliar. Hal ini didukung pula dengan tingkat inflasi yang terjaga di level 2,83% (y-on-y) meskipun masih sedikit diatas Nasional yang hanya 2,64% namun masih dibawah target RPJMD yang menargetkan inflasi di level 3%. Kenaikan inflasi dipicu antara lain oleh kelangkaan minyak goreng yang sempat terjadi di regional Jambi maupun secara nasional. Selain itu, momen bulan puasa Ramadhan dan persiapan Idul Fitri selalu menjadi isu utama kenaikan harga komoditas tiap tahunnya. Untuk perekonomian kedepannya yang perlu diwaspadai adalah gejolak geopolitik Rusia-Ukraina yang diperkirakan berdampak pada kenaikan harga komoditas pangan dan energi.
Sementara itu tingkat kemiskinan sudah mulai membaik dan sudah melewati target yaitu 7,67% dari yang ditargetkan sebesar 7,9%. Tingkat kemiskinan yang berkurang ini diikuti pula dengan penurunan tingkat pengangguran yang sebelumnya 4,76% kini sudah menjadi 4,70% dan sudah mampu berada dibawah target yaitu 5%. Meskipun begitu, pula pengangguran di Provinsi Jambi masih harus terus diwaspadai terutama seiring datangnya musim kemarau yang biasanya diikuti pula dengan peningkatan jumlah pengangguran karena banyak buruh tani yang tidak mampu digaji. Perbaikan-perbaikan ini juga berakibat pada tingkat ketimpangan yang sedikit menurun dari 0,316 menjadi 0,315 sesuai dengan yang ditargetkan. Sementara itu, kabar menggembirakan datang dari NTP dan NTN yang jauh melampaui target dimana NTP berhasil mencatat angka 142,38 dan NTN tercatat sebesar 110,19 dari target 108.
-
Belanja Pemerintah memiliki peran dalam pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi. Pendapatan Negara masih terkoreksi negatif 32,38% dari tahun lalu menjadi 801,40 Miliar (14,22%). Capaian penerimaan perpajakan periode ini baru mencapai 659,37 Miliar (13,08%) dan PNBP mencapai 142,03 Miliar (24,04%). Penurunan ini dipengaruhi banyak faktor diantaranya perubahan kebijakan dan masih besarnya restitusi pajak pada awal tahun. Selain itu penurunan juga terjadi karena satker BLU belum melakukan pengesahan pendapatan dan belanja sehingga terjadi penurunan cukup besar pada PNBP.
Sedangkan dari sisi belanja meskipun pertumbuhannya naik sebesar 4,56% dari tahun lalu, namun capaian tersebut disebabkan belanja transfer yang tumbuh baik. Sementara dari belanja pemerintah pusat terkoreksi negatif 14% dengan capaian hanya sebesar 968,91 Miliar (14,17%). Belanja Pegawai hampir tidak berubah dari tahun lalu dengan realisasi sebesar 490,14 Miliar. Sementara belanja barang dan modal terkoreksi negatif masing-masing 14,26% atau sebesar 282,49 Miliar dan 36,16% atau sebesar 196,21 Miliar. Sedangkan belanja transfer tumbuh 11,72% dengan realisasi sebesar 3.258,31 Miliar (24,58%). Realisasi tersebut belum termasuk DAK Fisik dan DID yang masih belum terealisasi pada periode ini. Realisasi terbesar berasal dari DAU yang tercatat sebesar 2.361,10 Miliar (31,89%) dan DAK Non Fisik yang tercatat sebesar 497,23 Miliar (25,62%).
Dengan capaian pendapatan dan belanja tersebut, APBN mengalami defisit sebesar 3.425,83 Miliar. Defisit ini tumbuh 19,88% dari tahun lalu yang mengindikasikan bahwa tingkat ketergantungan Provinsi Jambi terhadap daerah lain semakin meningkat. -
Sedikit berbeda dengan APBN, perkembangan realisasi APBD justru masih harus lebih dioptimalkan. Pendapatan Daerah tumbuh dari tahun lalu sebesar 1% menjadi 3.826,29 Miliar (22%). Peningkatan lebih dipengaruhi faktor pendapatan transfer yang tumbuh 10% menjadi 3.263,58 Miliar (23%). Sementara itu PAD masih terkoreksi negatif 32% menjadi 562,51 Miliar (17%). Perkembangan ini menunjukkan bahwa terjadi percepatan pada Transfer dari Pusat namun belum mampu diimbangi dengan percepatan perolehan pendapatan yang ada di daerah.
Sementara itu disisi belanja masih terkoreksi negatif dari tahun lalu. Belanja operasional terkoreksi negatif 45% dengan catatan sebesar 1.028,67 Miliar dan sebagian besarnya berasal dari belanja pegawai sebesar 782,47 Miliar dan belanja barang & jasa sebesar 231,40 Miliar. Sementara itu belanja modal terkoreksi negatif 72% dari tahun lalu dengan catatan sebesar 49,64 Miliar. Begitu pula Belanja Tak Terduga juga terkoreksi negatif 75% dengan catatan hanya sebesar 3,06 Miliar. Hal yang sama juga terjadi pada Belanja Transfer yang terkoreksi negatif 17% atau sebesar 42,39 Miliar yang sebagian besarnya berupa bantuan keuangan ke Desa.
Dengan capaian Pendapatan dan Belanja tersebut, APBD mengalami surplus sebesar 2.702,53 Miliar. Surplus ini meningkat 59% dari tahun lalu yang menunjukkan belum optimalnya belanja Pemda. Hal ini perlu disikapi dengan baik agar tidak terjadi penumpukan realisasi di akhir tahun dan tidak menimbulkan idle cash pada Pemda sehingga dana yang sudah dikumpulkan tidak dapat dirasakan oleh masyarakat. -
Untuk meningkatkan kinerja APBN dan APBD, kami mengusulkan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
- Penggalian potensi pajak yang komprehensif dan mengumpulkan data menggunakan sistem yang terpadu sehingga dapat lebih memaksimalkan potensi pajak di daerah;
- Mempercepat realisasi belanja yang bisa dilakukan sejak awal tahun tanpa harus menumpuk di akhir tahun khususnya untuk yang sifatnya pekerjaan fisik agar dampak multipliernya dapat dirasakan oleh masyarakat;
- Mempercepat realisasi DAK Fisik khususnya yang sifatnya reguler agar pembangunan semakin cepat berjalan dan dampaknya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat;
- Memperkuat sinergi dan komunikasi antar pihak sehingga informasi dan data yang dimiliki dapat dimanfaatkan dengan baik sebagai tolak ukur dalam membuat kebijakan sehingga kebijakan yang dibuat benar-benar ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan menanggulangi permasalahan sosial yang ada di masyarakat khususnya terkait dengan inflasi, kemiskinan dan pengangguran.
- Memperkuat sinergi antar pihak untuk meningkatkan tingkat literasi keuangan, literasi hukum dan literasi digital UMKM sehingga semakin mempermudah akses baik terhadap informasi pasar, penawaran maupun kebutuhan lainnya yang diperlukan;
- Mendorong sektor produktif seperti pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan, dan jasa keuangan simpan pinjam mendapatkan akses pembiayaan KUR minimal 60 persen dari total alokasi KUR yang disiapkan oleh pemerintah melalui skema khusus sesuai dengan karakteristik masing-masing sektor produktif;
- Mendorong lembaga penyalur agar berupaya lebih keras lagi dalam menggaet calon debitur baru yang belum tersentuh akses pembiayaan. Adapun lembaga penyalur bisa bekerja sama dengan pendamping UMKM, dengan demikian setelah mendapatkan tambahan modal, penerima KUR juga mendapatkan bimbingan dalam mengelola kredit yang diperoleh melalui penciptaan produk berkualitas, bagaimana memasarkannya sehingga mendapatkan laba;
- Mendorong pemerintah agar Juklak maupun Juknis DAK terbit pada awal Januari dan berlaku setidaknya 2 tahun. Dengan demikian daerah memiliki kepastian dan dapat bergerak cepat dalam melaksanakan program peningkatan kapasitas UMKM. Lebih lanjut, pemerintah dapat mempertimbangkan agar DAK UMKM difokuskan kepada sektor mikro dengan demikian sektor tersebut dapat naik menjadi UMKM kecil;